Rabu, 17 November 2010

AKHLAK

STRATEGI MENINGKATKAN KUALITAS AKHLAK PESERTA DIDIK
DALAM PROSES PEMBELAJARAN.
Oleh: Prof. Dr. H.Sofyan Sauri, M.Pd

A. Pendahuluan
Fenomena melorotnya akhlak generasi bangsa, termasuk di dalamnya para elit
bangsa, acapkali menjadi apologi bagi sebagian orang untuk memberikan kritik
pedasnya terhadap institusi pendidikan. Hal tersebut teramat wajar karena pendidikan
sesungguhnya memiliki misi yang amat mendasar yakni membentuk manusia utuh
dengan akhlak sebagai salah satu indikator utama, generasi bangsa dengan karatekter
akhlak mulia merupakan salah satu profil yang diharapkan dari praktek pendidikan
nasional. Hal tersebut tersurat dalam bunyi UU No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang
fungsi dan tujuan pendidikan nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adanya kata-kata berakhlak mulia dalam rumusan tujuan pendidikan nasional di
atas mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia mencita-citakan agar akhlak mulia
menjadi bagian dari karakter nasional. Hal tersebut diharapkan dapat terwujud melalui
proses pendidikan nasional yang dilakukan secar berjenjang dan berkelanjutan. Terlebih
bangsa Indonesia dengan mayoritas muslim menjadi daya dukung tersendiri bagi
terwujudnya masyarakat dengan akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam. Hal tersebut
dikarenakan akhlak menjadi bagian integral dari struktur ajaran islam (akidah, syariah
dan akhlak).
Dalam praktek pendidikan nasional dewasa ini, terdapat distorsi antara cita-cita
pendidikan nasional dengan realitas sosial yang terjadi. Berbagai fenomena nasional
menunjukkan gejala-gejala yang mengkhawatirkan terkait dengan akhlak generasi dan
elit bangsa. Hal yang lebih mengkhawatir lagi adalah bahwa anomali akhlak tersebut
tidak sedikit yang terjadi di dalam lingkungan pendidan itu sendiri, bahkan dilakukan oleh
pelaku pendidikan. Fenomena yang mengkhawatirkan tersebut diantaranya bisa kita
simak dari berita yang dipublikasikan berbagai media seringkali membuat kita miris mendengarnya, perkelahian (sisiwa-siswa, siswa guru, anak orang tua, siswa kepala
sekolah), pergaulan bebas, siswa dan mahasiswa terlibat kasus narkoba, remaja usia
sekolah yang melakukan perbuatan amoral, kebut-kebutan di jalanan yang dilakukan
remaja usia sekolah, menjamurnya geng motor yang beranggotakan remaja usia
sekolah, siswa bermain di pusat perbelanjaan pada saat jam pelajaran, hingga siswa
Sekolah Dasar (SD) yang merayakan kelulusan dengan pesta minuman keras.
Masih teringat pula di benak kita ketika tahun 2005 terjadi peristiwa
penyimpangan moral di salah satu SMA Negeri di Jawa Barat yang melibatkan 11
Siswa/i dan oknum guru. Demikian halnya dengan hasil Survei Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap 2.880 remaja usia 15-24 tahun di
enam kota di Jawa Barat pada 2002, juga menunjukkan angka menyedihkan. Sebanyak
39,65% dari mereka pernah berhubungan seks sebelum nikah (Gatra Nomor 3 Beredar
Senin, 28 November 2005). Selain itu, banyak juga kasus-kasus kenakalan anak pada
usia sekolah dasar yang bahkan tak jarang merenggut nyawa si anak, seperti kasus
smack down yang sempat meramaikan dunia pendidikan kita. Penyimpangan-
penyimpangan tersebut bukan hanya dilakukan oleh peserta didik, melainkan kepala
sekolah dan pendidiknya sendiri tidak sedikit yang mempertontonkan prilaku amoral,
sebagai contoh berdasarkan laporan ICW (Pikiran Rakyat, 18/11/2006) ditemukan kasus
yang sangat mencoreng dunia pendidikan, yaitu penyalahgunaan dana BOS yang
disinyalir banyak “disunat” oleh para birokrat pendidikan (kepala sekolah dan dinas
pendidikan).
Indikator lain yang menunjukkan adanya gejala melorotnya akhlak generasi
bangsa bisa dilihat dari praktek sopan santun siswa yang kini sudah mulai memudar, di
antaranya bisa kita lihat dari cara berbicara sesama mereka, prilakunya terhadap guru
dan orangtua, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat, kata-kata kotor yang
tidak sepantasnya diucapkan oleh anak seusianya seringkali terlontar. Sikap ramah
terhadap guru ketika bertemu dan penuh hormat terhadap orangtua pun tampaknya
sudah menjadi sesuatu yang sulit ditemukan di kalangan anak usia sekolah dewasa ini.
Anak-anak usia sekolah seringkali menggunakan bahasa yang jauh dari tatanan nilai
budaya masyarakat. Bahasa yang kerap digunakan tidak lagi menjadi ciri dari sebuah
bangsa yang menjunjung tinggi etika dan kelemahlembutan.
Berdasarkan kajian bahasa di kalangan siswa yang dilakukan oleh Sauri (2002)
umumnya mereka menggunakan kosa kata bahasa yang kurang santun dilihat dari segi
gramatik. Yudibrata (2001: 14) menyatakan bahwa seorang siswa SMA berbicara dalam
bahasa Sunda kepada orang lain tanpa mempedulikan perbedaan umur, kedudukan sosial, waktu, dan tempat. Kata-kata yang digunakan remaja usia sekolah bebas tanpa didasari
oleh pertimbangan-pertimbangan moral, nilai, ataupun agama. Akibatnya, lahir berbagai
pertentangan dan perselisihan di masyarakat. Dahlan (2001:7) mensinyalir betapa banyak
orang yang tersinggung oleh kata-kata yang tajam, apalagi dengan sikap agresivitasnya.
Berbahasa tidak santun dapat melahirkan kesenjangan komunikasi sehingga menimbulkan
situasi yang buruk dalam berbagai lingkungan baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Hal ini sejalan dengan penjelasan Hawari (1999: 77) bahwa tawuran, penyalahgunaan obat
terlarang, dan tindakan kriminal di kalangan remaja, disebabkan oleh tidak adanya
komunikasi yang lebih baik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Hal yang membuat kita terenyuh bahwa penyimpangan-penyimpangan tersebut
dilakukan oleh mereka yang sehari-harinya menikmati “racikan kurikulum” pendidikan
nasional. Banyak faktor tentunya yang menyebabkan fenomena tersebut terjadi. Jika
ditinjau dari komponen penyelenggaraan pendidikan, maka terdapat beberapa faktor
yang berpengaruh, di antaranya faktor pendidik/guru, kurikulum (materi.metode,media,
sumber,evaluasi), sarana dan prasarana serta faktor kepemimpinan pada satuan
pendidikan.
Dalam konteks makalah ini, penulis ingin menyoroti masalah melorotnya akhlak
generasi dan elit bangsa ini dari perspektif pembelajaran. Dalam arti bahwa akar
masalah sekaligus solusi atas masalah penurunan akhlak bangsa dimulai dari
memperbaiki praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh para pendidik. Hal
tersebut akan menjadi solusi jangka panjang sekaligus langkah nyata dan sistemik bagi
terwujudnya cita-cita pendidikan nasional yang menginginkan lahirnya generasi bangsa
dengan akhlak mulia sebagai salah satu karakter yang diharapkan terwujud secara
nasional.

B. Hakikat Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik
(mendidik), yang bermakna memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan mempunyai pengertian proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik. Abdurahman Al Bani dalam An-Nahlawi (1989) memaknai pendidikan sebagai
proses menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh, mengembangkan seluruh
potensi dan kesiapan yang bermacam-macam, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi
menuju kebaikan dan kesempunaan secara bertahap. Sementara landasan yuridis bangsa Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “….kemudian dari pada itu,
untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia, yang melindungi segenap
bangsa, seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Merujuk kepada rumusan pembukaan UUD 1945
tersebut jelas bahwa pendidikan menjadi salah satu dari tujuan bangsa ini, sehingga isu
pendidikan memiliki kedudukan yang strategis untuk selalu dikaji dan dikembangkan.
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Adapun Djahiri
(2007:1) mengungkapkan bahwa dalam pembaharuan paradigma pendidikan, kata
pembelajaran lebih banyak digunakan karena di dalamnya mengandung pengertian
belajar secara utuh, baik secara programatik maupun prosedural serta hasil
perolehannya. Secara programatik pembelajaran dimaknai seperangkat komponen
rancangan pelajaran yang memuat hasil pilihan dan ramuan profesional perancang/guru
untuk dibelajarkan kepada peserta didiknya. Rancangan ini meliputi 5 komponen (M3SE)
yakni; (1) Materi atau bahan pelajaran, (2) Metode atau kegiatan belajar-mengajar, (3)
Media pelajaran atau alat bantu, (4) Sumber sub 1-2-3, (5) Pola Evaluasi atau penilaian
perolehan belajar. Secara prosedural, pembelajaran adalah proses interaksi/interadiasi
antara kegiatan belajar siswa (KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta
dengan lingkungan belajarnya (learning environment).
Sementara Hamalik (1995:57) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan
suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran adalah siswa, guru, dan tenaga
lainnya. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide dan film, audio,
serta video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri atas ruangan kelas, perlengkapan
audio visual, dan komputer. Sementara prosedur terdiri atas jadwal dan metode
penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya. Terdapat tiga ciri khas
yang terkandung dalam sistem pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Rencana, yaitu penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur
sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus. b. Kesaling tergantungan (interdependence) antara unsur-unsur sistem pembelajaran
yang serasi dalam suatu keseluruhan. Setiap unsur bersifat esensial dan masing-
masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
c. Tujuan, yaitu bahwa sistem pembelajaran memliki tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia
dan sistem yang alami (natural). Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem.
Tujuan utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Adapun tugas
seorang perancang sistem adalah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur
agar siswa belajar secara efisien dan efektif.

C. Hakikat Akhlak dan Pendidikan Akhlak
Akhlak adalah jamak dari khuluq yang berarti adat kebiasaan (al-adat), perangai,
tabiat (al sajiyyat), watak (al thab), adab/sopan santun (al muru’at), dan agama (al din).
Menurut para ahli masa lalu (al qudama), akhlak adalah kemampuan jiwa untuk
melahirkan suatu perbuatan secara spontan, tanpa pemikiran atau pemaksaan. Akhlak
dimaknai juga sebagai semua perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa
perbuatan baik atau buruk.Dalam bahasa Indonesia, akhlaq dapat diartikan dengan
akhlak, moral, etika, watak, budi pekerti, tingkah laku, perangai dan kesusilaan.
Akhlak disebut juga ilmu tingkah laku/perangai (‘ilm al – suluk), atau tahzib al
ahlak (falsafat ahlak), atau al–hikmat al – ‘amaliyyat yang dimaksud adalah
pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya, agar jiwa
menjadi bersih dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikannya.
Menurut Daradjat (1990:253) yang dimaksud dengan akhlak secara bahasa berasal dari
kata khalaqa yang kata asalnya khuluqun yang berarti perangai, tabia’at, adat atau
halqun yang berarti kejadian, buatan ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti
perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat.
Berdasarkan uraian tersebut diatas akhlak secara kebahasaan bisa baik atau
buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara
sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, orang yang
berakhlak berarti orang yang baik. Adapun hakikat pendidikan akhlak itu sendiri adalah
inti pendidikan semua jenis pendidikan, karena ia mengarahkan pada terciptanya
perilaku lahir dan batin manusia sehingga menjadi manusia yang seimbang, dalam arti
terhadap dirinya maupun terhadap luar dirinya. Dengan demikian, pendekatan pendidikan akhlak bukan monolitik dalam pengertian harus menjadi nama bagi suatu
mata pelajaran atau lembaga, melainkan terintegrasi ke dalam berbagai mata pelajaran.
Berbeda dengan pendidikan secara umum, pendidikan akhlak terbagi kedalam
dua aliran: rasional dan mistik. yang dimaksud dengan pendidikan akhlak rasional
adalah pendidikan akhlak yang memberikan porsi lebih kuat kepada kependidikan daya
pikir (rasio) manusia, sedangkan pendidikan akhlak mistik memberikan porsi lebih kuat
kepada pendidikan daya rasa dalam diri manusia.
Dalam Islam, kedua aliran ini berangkat dari sumber yang sama, yaitu ajaran
Islam. Akan tetapi keduanya terdapat perbedaan filosofis dalam memahami dan
menerapkan ajaran Islam. Perbedaan tersebut pada dasarnya berpulang pada
perbedaan teologi. Sistem teologi yang memberi peran besar terhadap kemampuan akal
lebih cenderung kepada pemikiran akhlak rasional, sementara sistem teologi yang
kurang memberi peran besar terhadap kemampuan akal manusia lebih cenderung untuk
berteologi tradisional dan selanjutnya mempunyai kecendrungan kepada pemikiran
akhlak mistik pemikiran akhlak yang memberi peran besar bagi kekuatan akal cenderung
memberi kebebasan terhadap manusia untuk berbuat menentukan dirinya sendiri secara
lebih dibandingkan dengan pemikiran akhlak yang memberi peran kecil bagi kekuatan
akal. Dengan menempatkan manusia sebagai makhluk yang lebih otonom dibandingkan
pada pemikiran akhlak tradisional. Pemikiran akhlak tradisional lebih cenderung
mengangap manusia sebagi mahluk yang heteronom.
Penggolongan manusia pada mahluk otonom dan hetoronom didasarkan atas
pandangan mengenai kebebasan dan kekuasaanya. Pendapat yang mengatakan bahwa
manusia mempuyai kebebasan dan kekuatan berbuat dalam menentukan dirinya sendiri,
menggolongkan manusia sebagai mahluk otonom, sedangkan pendapat yang
menyatakan bahwa manusia kurang memiliki kebebasan dan kekuasaan berbuat untuk
menentukan diri sendiri cenderung memasukan manusia sebagai makhluk hetoronom.
Konsekuensi pada pendidikan akhlak rasional memberikan dorongan kuat bagi
terciptannya manusia dinamis. Adapun konsekuensi yang diperoleh dari pendidikan
akhlak mistik kurang memberikan dorongan kuat bagi terciptanya manusia yang dinamis.
Ibnu Miskawaih (2003:114-139) dalam bukunya Filsafat Akhlak memberikan konsepsi
tentang pendidikan akhlak sebagai berikut:
1. Landasan
Ibn Miskawaih banyak mengutip pendapat para filosof Yunani dan filosof
Muslim sebelumnya, bahkan kata-kata hikmah dari Persia dan India. Akan tetapi untuk memperkuat pendapat yang dikemukakan, ia juga mengutip ayat-ayat Al-
Quran, Hadis, ucapan Ali ibn Thalib, dan puisi-puisi arab. Karena itu, “Abd Al-
Rahman Badawi seperti dikutip M.M Syarif berpendapat bahwa kebudayaan Islam
mempunyai pengaruh penting terhadap pemikiran Ibn Miskawaih.
Hal yang dijadikan landasan bagi Ibnu Miskawaih untuk mengemukakan
pemikiran-pemikirannya adalah Al-Qur’an dan Hadis dilengkapi dengan beberapa
pemikiran filosof Yunani, Persia,India. Sastrawan Arab, dan pata filosof Muslim.
2. Tujuan
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan
semua perbuatan bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh
kebahagiaan yang sempurna (al-sa’adat). Dengan alasan ini, maka Ahmad’AbdAl-
Hamid Al-Sya’ir dan Muhammad Yusuf Musa menggolongkan Ibn Miskawaih sebagai
filosof yang bermazhab al-sa’adat di bidang akhlak. Al-sa’adat memang merupakan
persoalan utama dan mendasar bagi hidup manusia dan sekaligus bagi pendidikan
akhlak. Al-sa’adat merupakan konsep komprehesif yang di dalamnya terkandung
unsur kebahagiaan (happiness), kemakmuran (prosperity), keberhasilan (success),
kesempurnaan (perfection), kesenangan (blessedness), dan kebagusan/kecantikan.
Seperti telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, al-sa’adat dalam
pengertian di atas, hanya bisa diraih oleh para nabi dan filosof. Ibn Miskawaih juga
meyadari bahwa, orang yang mencapai tingkatan ini sangat sedikit. Oleh sebab itu,
akhirnya ia perlu menjelaskan adanya perbedaan antara kebaikan (al-khair) dan al-
sa’adat. Di samping juga membuat berbagai tingkatan al-sa’adat. Kebaikan bisa
bersifat umum. sedangkan al-sa’adat merupakan kebaikan relatif, bergantung orang
perorang (al-khair bi al-idafat ila shahibiha). Menurutnya, kebaikan mengandung arti
segala sesuatu yang bernilai (al-syai’ al-nafi). Oleh karenanya, kebaikan merupakan
tujuan setiap orang.
3. Materi
Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Ibn Miskawaih menyebutkan
beberapa hal yang perlu di pelajari, diajarkan atau di praktikan. Sesuai dengan
konsepnya tentang manusia, secara umum Ibn Miskawaih menghendaki agar semua
sisi kemanusiaan mendapatkan materi yang memberikan jalan bagi tercapainya tujuan. Materi-materi tersebut oleh Ibn Miswaih dijadikan pula sebagai bentuk
pengabdian terhadap Allah swt
Ibn Miskawaih menyebut tiga hal pokok yang dapat dipahami sebagai materi
pendidikan akhlaknya:1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh, 2) hal-hal yang
wajib bagi jiwa, dan 3) hal-hal yang wajib bagi hubugnannya dengan sesama
manusia. Berbeda dengan Al Ghazali, Ibn Miskawaih tidak membeda-bedakan
antara materi dalam ilmu agama dan bukan ilmu agama, dan hukum
mempelajarinya.
4. Pendidik dan Anak Didik
Menurut Ibn Miskawaih orang tua merupakan pendidik pertama bagi anak-
anaknya. Materi utama yang perlu di jadikan acuan pendidikin dari orang tua kepada
anaknya adalah syari’at. Ibn Miskawaih berpendapat bahwa, penerimaan secara
taklid bagi anak-anak untuk mematuhi syariat tidak menjadi persoalan. Dasar
pertimbangannya adalah karena semakin lama anak-anak akan mengetahui
penjelasan atau alasannya, dan akhirnya mereka tetap memelihara sehingga dapat
mencapai keutamaan.
Guru berfungsi sebagai orang tua atau bapak ruhani, tuan manusiawi atau
orang yang dimuliakan, kebaikan yang akan diberikan adalah kebaikan Illahi, karena
ia membawa anak didik kepada kearifan, mengisinya dengan kebajikan yang tinggi
dan menunjukan kepada mereka kehidupan abadi.
5. Lingkungan Pendidikan
Ibn Miskawaih berpendapat bahwa, usaha mencapai alsa’adat tidak dapat
dilakukan sendiri, tetapi harus bersama atas dasar saling tolong-menolong dan
saling melengkapi, kondisi demikian akan tercipta kalau sesama manusia saling
mencintai. Setiap pribadi merasa bahwa kesempurnaan sendirinya akan terwujud
karena kesempurnaan yang lainnya. Jika tidak demikian, maka alsa’adat tidak dapat
terwujud sebagai makhluk sosial. Ibn Miskawaih berpendapat nahwa selama di alam
ini, manusia memerlukan kondisi yang baik di luar dirinya. Ia juga menyatakan
bahwa sebaik-baik orang adalah orang yang berbuat baik terhadap keluarganya dan
orang-orang yang masih ada kaitan dengannya, mulai dari saudara, anak, kerabat,
keturunan, rekanan, tetangga, hingga teman.
Disamping itu, Miskawaih berpendapat bahwa salah satu tabi’at manusia
adalah tabi’at memelihara diri, karena itu manusia selalu berusaha untuk memperolehnya bersama dengan mahluk sejenisnya. Diantara cara untuk
menempuhnya adalah dengan saling bertemu, manfaat dari pertemuan diantaranya
adalah akan memperkuat aqidah yang benar dan kestabilan cinta sesamanya.

D. Pendekatan-Pendekatan dalam Pendidikan Akhlak
Ibn Miskawaih memberikan referensi tentang metodelogi dalam melakukan
pendidikan akhlak sebagai berikut:
1. Perubahan Akhlak
Untuk mengetahui konsep Ibn Miswaih tentang metode perbaikan akhlak,
sebelumnya perlu di ketahui pendapatnya tentang perubahan akhlak. Menurutnya
bahwa akhlak itu ada dua macam, yakni 1) ada yang thabi’i atau alami dibawa sejak
lahir, dan 2) ada yang dihasilkan melalui latihan dan kebiasaan. Miskawaih lebih
berpendapat bahwa akhlak dapat diubah.
Lebih lanjut, ibn Miskawaih mengungkapkan bahwa akhlak merupakan
urusan manusia sendiri. Artinya, baik buruk, terpuji atau tercelanya akhlak seseorang
tergantung kepada seseorang itu sendiri. Dari sisi lain, dapat juga dikatakan bahwa
Ibn Miskawaih tidak mengakui adanya pengaruh keturunan dalam akhlak manusia,
akhlak seseorang menerima perubahan karena ia merupakan masalah yang di
usahakan.
2. Perbaikan Akhlak
Metode perbaikan akhlak dapat diberi dua pengertian; pertama, metode
mencapai akhlak yang baik, kedua metode memperbaiki akhlak yang buruk.
Walaupun demikian, pembahasannya disatukan karena antara satu dengan lainya
saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan.
Terdapat beberapa metode yang diajukan Ibn Miskawaih dalam mencapai
akhlak yang baik sebagai berikut:
a. Adaya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan
menahan diri untuk memperoleh keutamaan dan sopan santun yang sebenarnya
sesuai dengan keutamaan jiwa. Latihan ini terutama diarahkan agar manusia
tidak memperturutkan kemauan jiwa Alsyahwaniyyat dan al ghadadiat. Karena
kedua jiwa ini sangat terkait dengan alat tubuh, maka wujud latihan dam
menahan diri dapat dilakukan antara lain dengan tidak makan atau minum yang
membawa kerusakan tubuh atau dengan melakukan puasa, mengerjakan shalat yang lama, atau melakukan sebagian pekerjaan baik yang didalamnya ada unsur
melelahkan
b. Menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin
bagi dirinya. Agaknya pengetahuan yang dimaksud disini agar di ketahui hukum-
hukum akhlak yang berlaku tetap bagi sebab munculnya kebaikan dan
keburukan. Dengan cara ini seseorang tidak hanyut dalam perbuatan yang tidak
baik karena bercermin dari ketidak baikan orang lain
c. Intropeksi/mawas diri. Metode ini mengandung pengertian kesadaran seseorang
untuk berusaha mencari cacat/aib pribadi secara sungguh-sungguh.
d. Metode oposisi. Paling tidak ada dua langkah yang perlu dilakukan untuk metode
ini, pertama mengetahui jenis penyakit dan sebabanya, dan kedua
mengobati/menghapus penyakit tersebut dengan menghadirkan lawan-lawannya.
Penyebab akhlak yang buruk harus dilawan dengan ilmu dan amal. Melawan
keburukan dengan ilmu disebut sebagai pengobatan teoritis, sedangkan
pengobatan dengan amal merupakan pengobatan secara praktis.

Dalam konteks pendidikan nilai, pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan Penanaman Nilai
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu
pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri
siswa. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya
nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Adapun metoda yang digunakan
dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain: keteladanan,
penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Para penganut agama memiliki kecenderungan yang kuat untuk
menggunakan pendekatan ini dalam pelaksanaan program-program pendidikan
agama. Bagi penganut-penganutnya, agama merupakan ajaran yang memuat nilai-
nilai ideal yang bersifat global dan kebenarannya bersifat mutlak. Nilai-nilai itu harus
diterima dan dipercayai. Oleh karena itu, proses pendidikannya harus bertitik tolak
dari ajaran atau nilai-nilai tersebut. Seperti dipahami bahwa dalam banyak hal batas-
batas kebenaran dalam ajaran agama sudah jelas, pasti, dan harus diimani. Ajaran
agama tentang berbagai aspek kehidupan harus diajarkan, diterima, dan diyakini kebenarannya oleh pemeluk-pemeluknya. Keimanan merupakan dasar penting
dalam pendidikan agama.
2. Pendekatan perkembangan kognitif
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena
karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan
perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang
masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral.
Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat
berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah
menuju suatu tingkat yang lebih tinggi.
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama.
Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa
untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam
suatu masalah moral. Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan
pada dilema moral, dengan menggunakan metoda diskusi kelompok. Diskusi itu
dilaksanakan dengan memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama,
mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua,
adanya dilema, baik dilema hipotetikal maupun dilema faktual berhubungan dengan
nilai dalam kehidupan keseharian. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi
berlangsungnya diskusi dengan baik. Proses diskusi dimulai dengan penyajian
cerita yang mengandung dilema. Dalam diskusi tersebut, siswa didorong untuk
menentukan posisi apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang terlibat, apa
alasan-alasannya. Siswa diminta mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan
teman-temannya.
3. Pendekatan analisis nilai
Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan
pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara
menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan
dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara
keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan
masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan
kognitif memberi penekanan pada dilema moral yang bersifat perseorangan.
Terdapat dua tujuan utama pendidikan moral menurut pendekatan ini.
Pertama, membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang berhubungan
dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses
berpikir rasional dan analitik, dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan
konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metoda-metoda pengajaran yang
sering digunakan adalah: pembelajaran secara individu atau kolompok tentang
masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan,
penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada pemikiran rasional.
4. Pendekatan klarifikasi nilai
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan
pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri,
untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.
Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga. Pertama, membantu
siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai
orang lain; Kedua, membantu siswa, supaya mereka mampu berkomunikasi secara
terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri;
Ketiga, membantu siswa, supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-
sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami
perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Dalam proses
pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metoda: dialog, menulis, diskusi dalam
kelompok besar atau kecil, dan lain-lain
5. Pendekatan pembelajaran berbuat
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi
penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-
sama dalam suatu kelompok.
Terdapat dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan
ini. Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral,
baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai
mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki
kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat, yang
harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi.
Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai
dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metoda-metoda lain yang
digunakan juga adalah projek-projek tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara
sesama.

E. Strategi Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Pembelajaran
Strategi merupakan kebutuhan dasar bagi setiap organisasi, tanpa strategi visi
dan misi yang sudah disusun sedemikian rupa sulit untuk bisa di wujudkan. Selain
sebagai acuan bagi penentuan taktik dalam melaksanakan misi, strategi bertujuan untuk
mempertahankan atau mencapai suatu posisi keunggulan dibandingkan dengan pihak
pesaing. Hal ini berlaku pula bagi organisasi pendidikan, visi dan misi yang diramu
dalam rencana pengembangan sekolah/madrasah akan tercapai jika kepala sekolah
sebagai pimpinan pada tingkat satuan pendidikan, secara kolektif bersama para
pembantunya dapat memilih strategi pelaksanaan visi dan misi yang tepat. Richard
Vancil dalam Nisjar dan Winardi (1997:95) mengemukakan bahwa:
“... Strategi sebuah organisasi, atau subunit sebuah organisasi lebih besar yaitu
sebuah konseptualisasi yang dinyatakan atau yang diimplikasi oleh pemimpin
organisasi yang bersangkutan, berupa:
a. sasaran-sasaran jangka panjang atau tujuan-tujuan organisasi tersebut;
b. kendala-kendala luas dan kebijakan-kebijakan, yang atau ditetapkan sendiri
oleh pemimpin, atau yang diterimanya dari atasannya, yang membatasi
skope aktivitas-aktivitas organisasi yang bersangkutan, dan
c. kelompok rencana-rencana dan tujuan-tujuan jangka pendek yang telah
diterapkan dengan ekspektasi akan diberikannya sumbangsih mereka dalam
hal mencapai sasaran-sasaran organisasi tersebut”

Suatu organisasi akan memiliki akselerasi dalam pencapaian visi dan misi serta
akan meraih keunggulan apabila ia dapat memanfaatkan peluang-peluang di sekitarnya
yang memungkinkannya menjadi sumber kekuatan bagi proses pencapaian visi dan
efektifitas pelaksanaan misi organisasi. Hal tersebut akan terwujud apabila pimpinan dan
seluruh perangkat yang ada di bawahnya dapat memiliki strategi yang tepat.
Strategi berbeda dengan taktik, perbedaan diantara keduanya dapat diringkas
bahwa strategi adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing the raight things),
sedangkan taktik adalah mengerjakan sesuatu dengan benar (doing the things right).
Clausewitz dalam Nisjar dan Winardi (1997:86) mengungkapkan bahwa strategi
merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan perang, sedang
taktik adalah seni menggunakan tentara dalam sebuah pertempuran atau dalam dunia
bisnis. Taktik dapat dimaknai juga sebagai sekumpulan program kerja yang dibentuk
untuk melengkapi strategi. Jadi, taktik merupakan penjabaran operasional jangka
pendek dari strategi agar strategi dapat diterapkan. Implementasi strategi berhubungan dengan penerjemahan strategi tersebut
menjadi tindakan-tindakan. Problem menerjemahkan strategi menjadi aksi jelas
merupakan bagian penting dari manajemen sterategik, hal tersebut menjadi faktor
penentu ketercapaian visi, misi dan tujuan suatu organsiasi.Bagaimana strategi
pendidikan akhlak dalam pembelajaran ini dapat diwujudkan? Tentunya harus dilihat
secara komprehenship tentang konsep pembelajaran itu sendiri. Jika pembelajaran
dimaknai sebagai seperangkat komponen rancangan pelajaran yang memuat hasil
pilihan dan ramuan profesional perancang/guru untuk dibelajarkan kepada peserta
didiknya. Dimana rancangan tersebut meliputi 5 komponen (M3SE) yakni; (1) Materi
atau bahan pelajaran, (2) Metode atau kegiatan belajar-mengajar, (3) Media pelajaran
atau alat bantu, (4) Sumber sub 1-2-3, (5) Pola Evaluasi atau penilaian perolehan
belajar. maka strategi implementasi pendidikan akhlak dalam pembelajaran dapat
dilakukan melalui seluruh komponen pembelajaran. Dalam tataran operasional, maka
internalisasi tersebut dapat dimulai dari perumusan tujuan institusional, tujuan kurikulum
dan tujuan insturksional/pembelajaran yang menunjukkan adanya misi internalisasi.
Tujuan tersebut akan menjadi payung bagi guru dalam merencanakan komponen-
komponen lainnya, jika rumusan tujuannya menunjukkan adanya misi internalisasi
pendidikan akhlak, maka materi, metode, media, sumber dan evaluasinya pun tentunya
akan senapas dengan tujuan tersebut.
Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan sosok guru professional yang
mampu membuat sebuah ramuan perencanaan pembelajaran berbasis pendidikan
akhlak. Prasyarat guru ideal yang diharapkan dapat mendukung proses internalisasi
tersebut dapat mengacu kepada prinsip profesionalitas guru yang telah ditetapkan dalam
UU No 14 tahun 2005 bab III pasal 7 sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
2. Memiliki komitment untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwanaan
dan akhlak mulia
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai prestasi kerja
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat.
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
dan 9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Adapun PP No 74 tahan 2008 tentang guru pasal 3 ayat 2 serta Permendiknas
No 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
menyebutkan bahwa terdapat empat kompetensi utama yang harus dimiliki guru dalam
melaksanakan tugas-tugas profesionalisme keguruannya, yakni kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional. Dalam
perspektif pendidikan Islam, Khalifah dan Quthub (2009:40-41) mengungkapkan tentang
karakter guru muslim yang dibutuhkan dalam mendukung optimalnya proses
internalisasi pendidikan akhlak melalui pembelajaran sebagai berikut:
1. Ruhiyah dan akhlakiyah. Hal ini diejawantahkan dengan beriman kepada Allah,
beriman kepada Qadha dan Qadar Allah, beriman dengan nilai-nilai Islam yang
abadi, melakukan perintah-perintah yang diwajibkan agama dan menjauhi segala
yang dilarang agama, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan.
2. Asas dan penopang Anda dalam mengajar adalah untuk menyebarkan ilmu dan
demi merengkuh pahala akhirat, sebagaimana sabda Rosulullah yang berbunyi,
“sampaikanlah ilmu yang berasal dariku (kepada umat manusia) walaupun hanya
satu kalimat.”
3. Tidak emosional. Yang dimaksud dengan sifat ini adalah mampu mengekang diri,
meredam kemarahan, teguh pendirian, dan jauh dari sikap sembrono-sikap yang
tidak didasari dengan pemikiran yang matang.
4. Rasional. Sifat ini seperti pandai, mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik,
cerdas dan cekatan, sert kuat daya ingatnya.
5. Sosial. Yang termasuk dalam sifat ini adalah menjalin hubungan baik dengan orang
lain, baik dikala senang maupun susah, khususnya dengan orang-orang yang
bertanggung jawab dalam dunia pendidikan.
6. Fisik yang sehat. Yang dimaksud dengan sifat ini adalah kesehatan badan,
ketangkasan tubuh, dan keindahan fisik.
7. Profesi, yang termasuk dalam sifat ini adalah keinginan dan kecintaan yang tulus
untuk mengajar, serta yakin atas manfaat dan pengabdiannya terhadap masyarakat.
Selain diperlukan sosok guru ideal yang mampu membuat ramuan perencanaan
pembelajaran berbasis pendidikan akhlak, dukungan iklim dan budaya sekolah pun akan
sangat menentukan hasil dari proses internalisasi. Demikian halnya dengan
ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Peran kepemimpinan dari
seorang kepala sekolah akan sangat menentukan hal tersebut dapat terwujud.
Disamping peran serta yang optimal dari seluruh perangkat sekolah. Selain melalui upaya di atas, apa yang diungkapkan oleh Zainal Abidin Bagir,
dkk (2005:108) dapat menjadi referensi para praktisi pendidikan di lingkungan
persekolahan dalam mengembangkan strategi pendidikan akhlak. Menurutnya bahwa
terdapat empat tataran implementasi, yaitu tataran konseptual, institusional,
operasional, dan arsitektural.
Dalam tataran konseptual, internalisasi pendidikan akhlak dapat diwujudkan
melalui perumusan visi, misi, tujuan dan program sekolah (rencana strategis sekolah),
adapun secara institusional, integrasi dapat diwujudkan melalui pembentukan institution
culture yang mencerminkan adanya misi pendidikan akhlak, sedangkan dalam tataran
operasional, rancangan kurikulum dan esktrakulikuler (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan/KTSP) harus diramu sedemikian rupa sehingga nilai-nilai fundamental
agama prihal akhlak dan kajian ilmu/ilmiah prihal akhlak terpadu secara koheren.
Sementara secara arsitektural, internalisasi dapat diwujudkan melalui pembentukan
lingkungan fisik yang berbasis pendidikan akhlak, seperti sarana ibadah yang lengkap,
sarana laboratorium yang memadai, serta perpustakaan yang menyediakan buku-buku
prihal akhlak mulia.

F. Penutup
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dikelola secara terstruktur dengan
melibatkan komponen-komponen pendidikan seperti manajemen, biaya, sarana dan
prasarana, kruikulum, peserta didik, dan pendidik. Sekolah dibangun sebagai wahana
pendidikan formal dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai peserta didik. Sebagai suatu sistem sosial, sekolah dapat dipandang sebagai
organisasi yang interaktif dan dinamis, sebab di dalamnya terdapat sejumlah orang yang
memiliki kepentingan yang sama (kepentingan penyelenggaraan pendidikan), tetapi
kemampuan setiap individu pada komunitas itu memiliki potensi dan latar belakang yang
berbeda.
Para ahli pendidikan nilai melihat proses internalisasi nilai dalam pembelajaran,
termasuk internalisasi pendidikan akhlak di sekolah pada dua pendekatan. Pertama,
sekolah secara terstruktur mengembangkan pendidikan akhlak melalui kurikulum formal.
Kedua, penanaman akhlak berlangsung secara alamiah dan sukarela melalui jalinan
hubungan interpersonal antar warga sekolah, meski hal ini tidak diatur secara langsung
dalam kurikulum formal atau dengan kata lain berada dalam wilayah kurikulum
tersembunyi (Hidden Curiculum) Pada beberapa sekolah yang memanfaatkan peluang-peluang belajar di luar
kelas sebagai wahana pengembangan pendidikan, kegiatan ektrakuriluler muncul
sebagai keunggulan tersendiri yang pada giliranya melahirkan kredibilitas tersendiri bagi
lembaga. Tak jarang kita dengar alasan-alasan orang tua dalam memilih sekolah
sebagai tempat belajar anaknya atas dasar pertimbangan mereka terhadap sejumlah
kegiatan di luar kegiatan tatap muka di kelas. Dengan demikian, kegiatan ektrakurikuler
dapat dikembangkan dalam beragam cara sebagai media pendidikan akhlak.
Penyelenggaraan kegiatan yang memberikan kesempatan luas kepada pihak sekolah,
pada giliranya menuntut kepala sekolah, guru, siswa dan pihak-pihak yang terkait untuk
secara efektif merancang sejumlah kegiatan sebagai muatan kegiatan ektrakurikuler
berbasis pendidikan akhlak.
Adapun terkait dengan pendekatan yang kedua, dimana pendidikan akhlak tidak
secara langsung dimasukkan ke dalam kurikulum formal, melainkan berlangsung
alamiah dan sukarela, maka tugas sekolah menciptakan kondisi yang kondusif untuk
teaktualisasinya nilai-nilai akhlak dalam interaksi kehidupan di sekolah. Untuk hal ini
maka komponen perangkat sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah, Guru, Tata Usaha
dan Komite Sekolah memegang peranan yang strategis. Sebagai perwujudanya maka
minimal terdapat empat strategi yang bisa menjadi alternatif pendidikan akhlak di
sekolah jika nilai-nilai akhlak tidak dimasukan ke dalam kurikulum sekolah formal:
1. Pendekatan Normatif, yakni mereka (perangkat sekolah) secara bersama-sama
membuat tata kelela (good governence) atau tata tertib penyelenggaraan sekolah
yang didalamnya dilandasi oleh nilai-nilai pendidikan akhlak, perumusan tata kelola
ini penting dibuat secara bersama, bahkan melibatkan peserta didik dan tidak
bersifat top down dari kepala sekolah. Sehingga terlahir tanggung jawab moral
kolektif yang dapat melahirkan sistem kontrol sosial, yang pada giliranya
mendorong terwujudnya school culture yang penuh makna.
2. Pendekatan Model yakni mereka (perangkat sekolah), khususnya kepala sekolah
berupaya untuk menjadi model dari tata tertib yang dirumuskan, ucap, sikap dan
prilakunya menjadi perwujudan dari tata tertib yang disepakati bersama.
3. Pendekatan Reward and Punishmen yakni diberlakukanya sistem hadiah dan
hukuman sebagai stimulus dan motivator terwujudnya tata kelola yang dibuat.
4. Pendekatan Suasana Belajar (baik suasana fisik maupun suasana psikis) yakni
dengan mengkondisikan suasana belajar agar menjadi sumber inspirasi
penyadaran nilai bagi seluruh perangkat sekolah, termasuk peserta didik, seperti
dengan memasang visi sekolah, kata-kata hikmah, ayat-ayat Al qur’an dan mutiara
hadis di tempat-tempat yang selalu terlihat oleh siapapun yang ada di sekolah, memposisikan bangunan masjid di arena utama sekolah, memasang kaligrafi di
setiap ruangan sekolah, membiasakan membaca Al qur’an setiap mengawali
belajar dengan dipimpin gurunya, program shalat berjamaah, kuliah tujuh menit,
perlombaan-perlombaan oleh OSIS dan sebagainya.

Datar Rujukan
Al-Ghazali. (1992). Akhlaq Seorang Muslim. Terjemahan. Semarang: Wicaksana.
Al Ghazali,(2004). Akhlak Mulia Rasulullah, Bekasi, Al Kautsar

Dahlan, M,D. (2001). Nilai Al-Quran dalam Memelihara Tutur Kata. (Makalah tidak
diterbitkan 4 Desember 2001).
Djahiri Kosasih. (2007). Kapita Selekta Pembelajaran. Bandung. Lab PMPKN FPIPS UPI
Bandung
Elias, J. L. (1989). Moral education: secular and religious. Florida: Robert E. Krieger
Publishing Co., Inc.
Hall Calvin S (1993), Teori Kepribadian 1, Teori-Teori Psikodinamik, Yogyakarta, Canisius

Hamalik Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta; Bumi Aksara
Ibn Miskawaih, 1992, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung,Mizan

Ibn Miskawaih, 1992. Filsafat Akhlak. Bandung,Mizan

Nata Abuddin, dkk. 2002. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta. Raja Grafindo
Persada
Nisjar Karhi, Winardi. (1997). Manajemen Strategik.Bandung: Mandar Maju
Khalifah, M dan Quthub, Usamah. (2009). Menjadi Guru yang Dirindu; Bagaimana menjadi
guru yang memikat dan professional. Sukarakta: Ziyad Visi Media
Sauri, S. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung:Genesindo
Suwito,2004, Filsafat Pendidikan Etika Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar
Tim Redaksi Fokusmedia. (2003). Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS. Jakarta: Fokusmedia
Tim Redaksi Fokusmedia. (2006). Undang-Undang RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Jakarta: Fokusmedia
Zainal Abidin Bagir, dkk. 2005. Integrasi Ilmu dan Agama, Interpretasi dan Aksi, Bandung:
Mizan Pustaka

Rabu, 10 November 2010

Contoh Naskah Pidato
Berbakti Kepada Orang Tua
------------------------------

Assalamu'alaikum wr. Wb.

Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam. Rahmat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada seorang Nabi yang tidak akan ada Nabi sesudahnya, Nabi Muhammad Saw. , kepada keluarga dan sahabatnya seluruhnya.

Yang terhormat bapak kepala sekolah, yang terhormat bapak dan ibu guru, yang saya banggakan rekan-rekan sekalian.

Setiap manusia sudah pasti memiliki orang tua. Tidak satupun manusia yang lahir tanpa orang tua. Kita pun menyadari bahwa orang tua berkuah keringat, siang dan malam banting tulang, memeras pikiran, sekuat tenaga memperjuangkan agar anaknya bisa hidup seperti layaknya anak-anak yang lain.
Karena itu saat ini ijinkan saya untuk menyampaikan betapa penting berbakti kepada orang tua.

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya banggakan.

Alloh yang Maha Bijaksana telah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Bahkan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dalam Al Qur’an digandengkan dengan perintah untuk bertauhid sebagaimana firman-Nya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isro’: 23)

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya cintai.

Alangkah lebih baik jika kita memahami arti Penting dan Kedudukan Berbakti Pada Orang Tua. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amal sholih yang mulia bahkan disebutkan berkali-kali dalam Al Quran tentang keutamaan berbakti pada orang tua. Alloh Ta’ala berfirman:

“Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (An Nisa: 36). Di dalam ayat ini perintah berbakti kepada dua orang tua disandingkan dengan amal yang paling utama yaitu tauhid, maka ini menunjukkan bahwa amal ini pun sangat utama di sisi Alloh ‘Azza wa Jalla. Begitu besarnya martabat mereka dipandang dari kacamata syari’at. Nabi mengutamakan bakti mereka atas jihad fi sabilillah, Ibnu Mas’ud berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rosululloh, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Alloh?’ Beliau menjawab, ‘mendirikan sholat pada waktunya,’ Aku bertanya kembali, ‘Kemudian apa?’ Jawab Beliau, ‘berbakti kepada orang tua,’ lanjut Beliau. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Alloh.’” (HR. Al Bukhori no. 5970). Demikian agungnya kedudukan berbakti pada orang tua, bahkan di atas jihad fi sabililllah, padahal jihad memiliki keutamaan yang sangat besar pula.

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya mulyakan.

Janganlah sekali-kali kita berbuat durhaka kepada orang tua. Ingatlah begitu dahsyatnya ancaman bagi siapapun yang durhaka kepada orang tua.Wahai saudaraku, Rosululloh menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang tua dengan berbuat syirik kepada Alloh. Dalam hadits Abi Bakrah, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik, duraka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori)

Membuat menangis orang tua juga terhitung sebagaa perbuatan durhaka, tangisan mereka berarti terkoyaknya hati, oleh polah tingkah sang anak. Ibnu ‘Umar menegaskan: “Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari, Adabul Mufrod hlm 31. Lihat Silsilah Al Ahaadits Ash Shohihah karya Al Imam Al Albani, 2.898)

Alloh pun menegaskan dalam surat Al Isro’ bahwa perkataan “uh” atau “ah” terhadap orang tua saja dilarang apalagi yang lebih dari itu. Dalam ayat itu pula dijelaskan perintah untuk berbuat baik pada orang tua.

Sekarang kita ketahui bersama apa arti penting dan keutamaan berbakti pada orang tua. Kita ingat kembali, betapa sering kita membuat marah dan menangisnya orang tua? Betapa sering kita tidak melaksanakan perintahnya? Memang tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Alloh, akan tetapi bagaimana sikap kita dalam menolak itupun harus dengan cara yang baik tidak serampangan. Bersegeralah kita meminta maaf pada keduanya, ridho Alloh tergantung pada ridho kedua orangtua.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf jika ada perkataan yang tidak berkenan.

Assalamu'alaikum wr.wb
Contoh Naskah Pidato
Berbakti Kepada Orang Tua
------------------------------

Assalamu'alaikum wr. Wb.

Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam. Rahmat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada seorang Nabi yang tidak akan ada Nabi sesudahnya, Nabi Muhammad Saw. , kepada keluarga dan sahabatnya seluruhnya.

Yang terhormat bapak kepala sekolah, yang terhormat bapak dan ibu guru, yang saya banggakan rekan-rekan sekalian.

Setiap manusia sudah pasti memiliki orang tua. Tidak satupun manusia yang lahir tanpa orang tua. Kita pun menyadari bahwa orang tua berkuah keringat, siang dan malam banting tulang, memeras pikiran, sekuat tenaga memperjuangkan agar anaknya bisa hidup seperti layaknya anak-anak yang lain.
Karena itu saat ini ijinkan saya untuk menyampaikan betapa penting berbakti kepada orang tua.

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya banggakan.

Alloh yang Maha Bijaksana telah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Bahkan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dalam Al Qur’an digandengkan dengan perintah untuk bertauhid sebagaimana firman-Nya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isro’: 23)

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya cintai.

Alangkah lebih baik jika kita memahami arti Penting dan Kedudukan Berbakti Pada Orang Tua. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amal sholih yang mulia bahkan disebutkan berkali-kali dalam Al Quran tentang keutamaan berbakti pada orang tua. Alloh Ta’ala berfirman:

“Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (An Nisa: 36). Di dalam ayat ini perintah berbakti kepada dua orang tua disandingkan dengan amal yang paling utama yaitu tauhid, maka ini menunjukkan bahwa amal ini pun sangat utama di sisi Alloh ‘Azza wa Jalla. Begitu besarnya martabat mereka dipandang dari kacamata syari’at. Nabi mengutamakan bakti mereka atas jihad fi sabilillah, Ibnu Mas’ud berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rosululloh, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Alloh?’ Beliau menjawab, ‘mendirikan sholat pada waktunya,’ Aku bertanya kembali, ‘Kemudian apa?’ Jawab Beliau, ‘berbakti kepada orang tua,’ lanjut Beliau. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Alloh.’” (HR. Al Bukhori no. 5970). Demikian agungnya kedudukan berbakti pada orang tua, bahkan di atas jihad fi sabililllah, padahal jihad memiliki keutamaan yang sangat besar pula.

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya mulyakan.

Janganlah sekali-kali kita berbuat durhaka kepada orang tua. Ingatlah begitu dahsyatnya ancaman bagi siapapun yang durhaka kepada orang tua.Wahai saudaraku, Rosululloh menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang tua dengan berbuat syirik kepada Alloh. Dalam hadits Abi Bakrah, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik, duraka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori)

Membuat menangis orang tua juga terhitung sebagaa perbuatan durhaka, tangisan mereka berarti terkoyaknya hati, oleh polah tingkah sang anak. Ibnu ‘Umar menegaskan: “Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari, Adabul Mufrod hlm 31. Lihat Silsilah Al Ahaadits Ash Shohihah karya Al Imam Al Albani, 2.898)

Alloh pun menegaskan dalam surat Al Isro’ bahwa perkataan “uh” atau “ah” terhadap orang tua saja dilarang apalagi yang lebih dari itu. Dalam ayat itu pula dijelaskan perintah untuk berbuat baik pada orang tua.

Sekarang kita ketahui bersama apa arti penting dan keutamaan berbakti pada orang tua. Kita ingat kembali, betapa sering kita membuat marah dan menangisnya orang tua? Betapa sering kita tidak melaksanakan perintahnya? Memang tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Alloh, akan tetapi bagaimana sikap kita dalam menolak itupun harus dengan cara yang baik tidak serampangan. Bersegeralah kita meminta maaf pada keduanya, ridho Alloh tergantung pada ridho kedua orangtua.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf jika ada perkataan yang tidak berkenan.

Assalamu'alaikum wr.wb
Contoh Naskah Pidato
Berbakti Kepada Orang Tua
------------------------------

Assalamu'alaikum wr. Wb.

Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam. Rahmat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada seorang Nabi yang tidak akan ada Nabi sesudahnya, Nabi Muhammad Saw. , kepada keluarga dan sahabatnya seluruhnya.

Yang terhormat bapak kepala sekolah, yang terhormat bapak dan ibu guru, yang saya banggakan rekan-rekan sekalian.

Setiap manusia sudah pasti memiliki orang tua. Tidak satupun manusia yang lahir tanpa orang tua. Kita pun menyadari bahwa orang tua berkuah keringat, siang dan malam banting tulang, memeras pikiran, sekuat tenaga memperjuangkan agar anaknya bisa hidup seperti layaknya anak-anak yang lain.
Karena itu saat ini ijinkan saya untuk menyampaikan betapa penting berbakti kepada orang tua.

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya banggakan.

Alloh yang Maha Bijaksana telah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Bahkan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua dalam Al Qur’an digandengkan dengan perintah untuk bertauhid sebagaimana firman-Nya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isro’: 23)

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya cintai.

Alangkah lebih baik jika kita memahami arti Penting dan Kedudukan Berbakti Pada Orang Tua. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amal sholih yang mulia bahkan disebutkan berkali-kali dalam Al Quran tentang keutamaan berbakti pada orang tua. Alloh Ta’ala berfirman:

“Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (An Nisa: 36). Di dalam ayat ini perintah berbakti kepada dua orang tua disandingkan dengan amal yang paling utama yaitu tauhid, maka ini menunjukkan bahwa amal ini pun sangat utama di sisi Alloh ‘Azza wa Jalla. Begitu besarnya martabat mereka dipandang dari kacamata syari’at. Nabi mengutamakan bakti mereka atas jihad fi sabilillah, Ibnu Mas’ud berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rosululloh, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Alloh?’ Beliau menjawab, ‘mendirikan sholat pada waktunya,’ Aku bertanya kembali, ‘Kemudian apa?’ Jawab Beliau, ‘berbakti kepada orang tua,’ lanjut Beliau. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Alloh.’” (HR. Al Bukhori no. 5970). Demikian agungnya kedudukan berbakti pada orang tua, bahkan di atas jihad fi sabililllah, padahal jihad memiliki keutamaan yang sangat besar pula.

Rekan-rekan dan para hadirin yang saya mulyakan.

Janganlah sekali-kali kita berbuat durhaka kepada orang tua. Ingatlah begitu dahsyatnya ancaman bagi siapapun yang durhaka kepada orang tua.Wahai saudaraku, Rosululloh menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang tua dengan berbuat syirik kepada Alloh. Dalam hadits Abi Bakrah, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik, duraka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori)

Membuat menangis orang tua juga terhitung sebagaa perbuatan durhaka, tangisan mereka berarti terkoyaknya hati, oleh polah tingkah sang anak. Ibnu ‘Umar menegaskan: “Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari, Adabul Mufrod hlm 31. Lihat Silsilah Al Ahaadits Ash Shohihah karya Al Imam Al Albani, 2.898)

Alloh pun menegaskan dalam surat Al Isro’ bahwa perkataan “uh” atau “ah” terhadap orang tua saja dilarang apalagi yang lebih dari itu. Dalam ayat itu pula dijelaskan perintah untuk berbuat baik pada orang tua.

Sekarang kita ketahui bersama apa arti penting dan keutamaan berbakti pada orang tua. Kita ingat kembali, betapa sering kita membuat marah dan menangisnya orang tua? Betapa sering kita tidak melaksanakan perintahnya? Memang tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Alloh, akan tetapi bagaimana sikap kita dalam menolak itupun harus dengan cara yang baik tidak serampangan. Bersegeralah kita meminta maaf pada keduanya, ridho Alloh tergantung pada ridho kedua orangtua.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf jika ada perkataan yang tidak berkenan.

Assalamu'alaikum wr.wb
Contoh Pidato Bahasa Inggris (Tema: Go Green)
Di internet banyak saya melihat comments, messages, dan email yang meminta contoh pidato dalam Bahasa Inggris. Tapi sewaktu saya surfing di google, hampir ga ada satupun contoh pidato Bahasa Inggris yang searchable di google. Nah, buat kalian yang butuh contoh pidato Bahasa Inggris, kalian bisa liat disini. Ini adalah pidato yang saya buat sendiri dengan sedikit bantuan Guru Bahasa Inggris dalam hal grammar dan sudah di review dan diedit ulang. Pidato ini bertemakan “Go Green” dan sudah saya ikutsertakan dalam speech contest dan juga telah berhasil memenangkan posisi ketiga dalam kontes tersebut. Silahkan kalian copy paste contoh pidato ini jika ingin, tapi tolong sebutkan sumber dan webpage dimana kalian memperoleh pidato ini. Dan jangan menampilkan contoh pidato ini di website pribadi atau forum. Terima kasih atas perhatiannya, and Let’s Go Green!!


I. PEMBUKAAN
Assalamualaikum Wr Wb.
With all due respect to the honorable judges, to the teacher from all Senior High Schools in Bekasi, and all the audience here, ladies and gentlemen… Good Morning!!
First of all, let us thank Allah SWT because of his blessings, we all can gather here on this sunny morning. Shalawat and prayer, we will say to our greatest prophet Muhammad SAW, his family, his friends and his followers. Amen.
In this chance, I would like to tell you my speech that has the theme “Go Green!”
II. ISI
Saving Our Planet is a program that was persuading the earthlings so that they would become more concern and care to their entire environment. It was because the civilization that has been created by the modern people in this millennium era had affected so many destructive impacts which are really needed to be concerned. These impacts are causing a new problem, The “Global Warming”. In prediction, that in the last 100 years the temperatures of our planet has increased by 1’ every year. Meanwhile, the ocean surface has increased for about 1 meter from its former level. The problem is, modern people not only wanted to increase their prosperity, but also increase their rate of comfortable & luxurious life.
The situation was very different if we looked back to the last century where the pollution, the industrial garbage, and the toxin gases were friendlier. Friendlier, because on the 19th Century the technologies improvement and the consumerism character was not yet significant. Or should we say in this millennium era, the Earth exploitation and exploration were causing the crucial problem for the earthlings.
How crucial the earth environmental problems we face are for example: The protected animals & plants from certain species nearly extinct, the plantation sector is causing another problem for environment & ecosystem, forest logging without reboization, and the impact of mines exploitation that cannot be recycled and maintenance of mine sector, etc. For us, the youth generation is asking to the politicians and the government especially in Indonesia, “Why do those problems I mentioned left uncared without any preventive actions?” In fact, our ex-Minister of Environment of “Orde Baru” era Prof. Dr. Emil Salim has warned and gave us an opinion about will happen on the next 20 years. He said that the situation will be dangerous if there are no actions to prevent this. We need the proactive steps to maintain the nature and to rehabilitee what we have disrupted from every department that is connected with the environmental cases and our community. The example about the impact of human’s greed to the nature is The Lapindo Brantas case. That’s how the nature shows us their power. There’s not even one human could stand against the power of nature. Until now, there are no ways to stop the mud throwing and even the poisonous gases that is unwanted by the people.
We as the khalifah of the Earth can only begging, begging, and begging to the nature and destroy the nature. But when we must give something to the nature or maintain the nature, we feel that we don’t want to! Is the nature retaliating our doings? When we think deeply over this I guess the answer is “yes”, the nature is angry to us. The nature’s balance was really disturbed by the mortal’s hands and this behavior has spread widely over the world because of our hedonism.
The question is “How”? How do we realize collectively for the world’s life so that so that the Earth could become a better place to live…?
We as the youth generations, the lines of the civilization must be as one to create the vision & mission to help the government and the people for watching over the reboization program and for the environment reparation that is caused by the industrialist and the people generally wherever they are. We as the youth generation without exception must be totally devote our bodies & wills for the sake of healthy world, comfortable world, and for the sake of better place to live…
I suggest to the government and the people of Indonesia to plant the cambium plants or the pot plants on every one of the house garden. Everyone, every people must be responsible for every single of plants. Imagine! If every people have 1 plant in one house, there are 200 millions of plants in Indonesia. This is a very good step to begin our mission to prevent the Global Warming. Start this on any time now! For my recommendation, the sansivieras (one of the most beautiful pot plant) is really good to kept because of its great use of anti-pollutant & anti-free radical. Besides, its beauty will decorate our house so that we won’t feel bad to buy it.
III. PENUTUP
Well, I guess that’s all I can tell. In the end, to show our devotion as the youngish, the lines to the future, we must be balanced it with faith and taqwa because those are our capitol to realize our wishes so that we can live in perfect harmony just as Allah SWT has confirmed to us.
Wassalamualaikum Wr Wb.
http://xpresi-riaupos.blogspot.com